Rabu, 06 Februari 2013

PROGRAM - PROGRAM PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN GIZI BURUK


 
1.1  PENDAHULUAN
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman (Republika, 2009). Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi program penanganan khusus oleh pemerintah. Upaya pencegahan yang dilakukan di antaranya dengan selalu meningkatkan sosialisasi, kunjungan langsung ke para penderita gizi buruk, pelatihan petugas lapangan, pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif pada ibu yang memiliki bayi, serta koordinasi lintas sektor terkait pemenuhan pangan dan gizi (Antara News, 2011), Namun sampai saat ini penanganan yang diberikan, hanya mampu mengurangi sedikit kasus gizi buruk pada balita. Hal ini membuktikan bahwa penanganan dan program yang diberikan oleh pemerintah belum mampu menekan jumlah kasus gizi buruk yang ada. Ketidakberhasilan penanganan dan program tersebut mungkin dikarenakan kurang tepatnya perbaikan terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi kasus gizi buruk pada balita diketahui dan diatasi dengan tepat, otomatis kasus gizi buruk akan berkurang (anonim, 2011)

 1.2  Tujuan

ü  Untuk mengetahui definisi, penyebab serta dampak dari gizi buruk

ü  Untuk mengetahui program-program pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan kasus gizi buruk
 
PEMBAHASAN
 
2.1  Gizi Buruk
Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (RI dan WHO, Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001 – 2005, Jakarta, Agustus 2000).
pada  tahun  2011 masalah gizi buruk masih menjadi masalah yang serius di Indonesia, saat ini masih jutaan balita tercatat memiliki status gizi yang buruk, hasil pemetaan dari depkes menunjukkan bahwa 2 dari 4 orang anak di 72 % kabupaten di seluruh Indonesia menderita gizi kurang.
Gizi buruk berbeda dengan kelaparan. Orang yang menderita kelaparan biasanya karena tidak mendapat cukup makanan dan kelaparan yang diderita dalam jangka panjang dapat menuju ke arah gizi buruk. Walaupun demikian, orang yang banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara mencukupi. Jadi gizi buruk sebenarnya dapat dialami oleh siapa saja, tanpa mengenal struktur sosial dan faktor ekonomi

Orang yang menderita gizi buruk akan kekurangan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk tumbuh atau untuk menjaga kesehatannya. Seseorang dapat terkena gizi buruk dalam jangka panjang ataupun pendek dengan kondisi yang ringan ataupun berat. Gizi buruk dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Orang yang menderita gizi buruk akan mudah untuk terkena penyakit atau bahkan meninggal dunia akibat efek sampingnya. Anak-anak yang menderita gizi buruk juga akan terganggu pertumbuhannya, biasanya mereka tidak tumbuh seperti seharusnya (kerdil) dengan berat badan di bawah normal. 

Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.

Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1.    Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2.    Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi
3.    Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.

2.2  Program-program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk
Kemitraan yang luas antara pemerintah Indonesia, UNICEF, dan Uni Eropa dalam mengatasi masalah gizi di kalangan anak-anak bangsa menunjukkan tanda-tanda kemajuan yang penting.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya pada  seminar dan pameran pangan nasional Jakarta Food Security Summit: Feed Indonesia Feed The World 2012 yang digelar  di  Jakarta Convention Center, mengatakan pemerintah terus bekerja untuk mengatasi kekurangan gizi dan kesuliatan untuk mendapatkan pangan dengan program-program pro rakyat.
Program-program pro rakyat yang dimaksud seperti  program beras miskin (raskin) dengan harga murah, menggratiskan pelayanan kesehatan dan pemberian bea siswa untuk siswa miskin.

Tahun 2011, sebanyak hampir 500 petugas kesehatan, bidan, ahli gizi, dan relawan masyarakat telah mendapatkan manfaat dari pelatihan khusus yang memungkinkan mereka untuk lebih memahami penyebab terhambatnya pertumbuhan tinggi badan juga penyebab kekurangan gizi, dan langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk membantu para keluarga dalam merawat anak-anak mereka secara lebih efektif.

Aksi-aksi masyarakat pun telah didukung dengan adanya pengalokasian anggaran tambahan, seperti yang terjadi di desa-desa wilayah propinsi Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur, dimana di dalamnya termasuk pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan sarana kebersihan, mempromosikan pemberian ASI yang lebih baik, termasuk pemberian makanan pendamping ASI, dan juga memantau status gizi anak-anak, sebagai bagian dari rencana pembangungan lokal di wilayah mereka.

Pendidikan gizi tengah dipadukan ke dalam program pemerintah yang disebut dengan Program Keluarga Harapan (PKH), yang membantu penyediaan bantuan berupa uang tunai kepada para keluarga miskin sebagai imbalan atas partisipasi mereka dalam memprakarsai kesehatan dan pendidikan. Karya yang cukup besar telah dilaksanakan untuk menambah pedoman, standar, dan materi pelatihan dalam pengelolaan kondisi gizi buruk yang parah, memfasilitasi ASI dan makanan pendamping ASI, dan juga meningkatkan program-program zat gizi mikro.

“Kita tahu bahwa perbaikan gizi dapat menjadi kenyataan jika semua orang-orang di dalam masyarakat menyadari bagaimana berperilaku gizi yang baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Inilah hal utama yang paling penting, namun seringkali diabaikan, oleh keluarga-keluarga yang paling rentan terkena masalah gizi buruk”, perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Angela Kearney, menyebutkan. “Menangani masalah terhambatnya pertumbuhan tinggi badan, pada khususnya, memiliki konsekuensi penting bagi prospek ekonomi dan pembangunan jangka panjang di Indonesia, karena dengan penanganan yang baik, anak-anak akan menunjukkan perilaku yang lebih baik di sekolah, tumbuh lebih sehat, dan dengan demikian, dapat berperan sebagai orang yang lebih berguna di dalam lingkungan masyarakat mereka ketika mereka dewasa nantinya.

Dr. Minarto, Direktur Gizi untuk Kementrian Kesehatan Indonesia, juga menggarisbawahi pentingnya pergeseran kebijakan yang coba diusung oleh kemitraan ini. “Indonesia adalah pemain terkemuka dalam mengakselerasi perbaikan gizi (SUN) global, dan melalui kolaborasi ini kita telah mendirikan jaringan kunci di antara departemen-departemen pemerintah, badan-badan PBB, lembaga bantuan internasional, organisasi-organisasi non-pemerintah, dan juga sektor swasta,yang akan membantu lebih baik lagi dalam mengawasi penargetan sumber-sumber daya, tanggapan program yang lebih baik, dan yang terpenting, reformasi kebijakan untuk meningkatkan gizi bagi anak-anak kita,” kata Dr. Minarto.

Berbicara untuk Uni Eropa, yang telah menyumbangkan sebesar €20 juta (US$245 juta) kepada UNICEF untuk mengatasi masalah kekurangan gizi di seluruh wilayah Asia dan Pasifik, Mr. Erik Habers, Kepala Operasi Utusan Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN, menggarisbawahi bahwa mengurangi gizi buruk adalah prioritas utama, dimana beliau juga menegaskan bahwa Uni Eropa memiliki keterlibatan yang besar dalam perang global melawan gizi buruk dan mekanisme koordinasi untuk mengakselerasi perbaikan gizi (SUN). Mr. Habers juga memperhatikan bahwa Uni Eropa pun telah meningkatkan pendanaan langsung untuk menangani kekurangan gizi di Asia, Amerika Latin, dan Afrika, dimana sejak tahun 2008 Uni Eropa telah memberikan sumbangan lebih dari €650 juta dalam campur tangannya seputar masalah gizi.

Di Indonesia, perhatian kemitraan ini difokuskan pada propinsi Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Papua, dan melalui program-program perbaikan gizi dan pengetahuan yang lebih baik tentang praktek makan yang sehat, kemitraan ini bertujuan untuk meraih 3,8 juta anak-anak dan 800.000 wanita hamil dan menyusui. Terhambatnya pertumbuhan tinggi badan diidap oleh lebih dari 1 anak dari 3 anak-anak di bawah usia lima tahun di Indonesia, sementara sedikitnya 1 anak dari 5 anak-anak dalam kelompok usia ini pun kekurangan berat badan.

Meningkatkan ketrampilan para tenaga kesehatan, penargetan sumber daya yang lebih baik, dan memperkuat pengetahuan dasar tentang berperilaku sederhana seperti pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama setelah bayi baru lahir, dan menerapkan pemberian makanan tambahan setelah enam bulan tersebut, diketahui dapat mengurangi resiko gizi buruk juga membantu mengurangi angka kematian anak.

Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah seperempatnya sejak tahun 1990, namun laporan terbaru menunjukkan bahwa sebanyak 134.000 anak-anak di bawah usia lima tahun meninggal dunia setiap tahunnya, dimana hal tersebut terutama disebabkan oleh masih adanya permasalahan kesehatan dan gizi.

·         Pemerintah Siapkan Taburia

Direktur Bina Gizi, Ditjen Gizi dan Kesehatan Ibu & Anak (KIA) Kementerian Kese­hatan (Kemen­kes) dr Minarto menga­ta­kan, ang­garannya me­ningkat karena ca­kupan pem­berian bu­buk makan­an balita tersebut diperluas dari tiga pro­vinsi di sembilan kabupa­ten pada 2010 menjadi enam provinsi di 24 kabupaten pada tahun ini.

“Suplementasi lewat Taburia adalah solusi jangka pendek un­tuk mengatasi kekurangan nut­risi. Ideal­nya, tetap melalui pe­rubahan pola makan menjadi lebih se­im­bang dan beragam,” kata dr Minarto. Suplemen Taburia mengan­dung vitamin dan mineral. Cara pakainya relatif lebih gampang, tinggal ditaburkan ke atas ma­kanan. Taburia berupa serbuk ta­bur mengandung 12 vitamin dan empat mineral penting, yakni yo­dium, selenium, seng dan zat besi. Seluruhnya merupakan nu­t­risi pokok yang dibutuhkan da­lam masa tumbuh kembang anak yang berusia antara 6-24 bu­lan. Selain harus segera di­san­tap sampai habis, Taburia sebaiknya tidak dicampur de­ngan makanan panas karena lemak yang menye­lubungi zat besi bi­sa rusak se­hingga memi­cu rasa tidak enak.

Program suplemen Taburia ini sudah mulai sejak tahun 2009. Orangtua tak mampu yang me­miliki anak usia 6-24 bulan bisa mendapat Taburia setiap bu­lan. Serbuk multivitamin tersebut diberikan untuk mem­bantu ba­lita tumbuh secara op­timal, me­ning­katkan daya tahan tubuh, me­ningkatkan nafsu ma­kan, mence­gah anemia dan men­cegah keku­rangan zat gizi. Sama seperti penambahan vitamin A dalam minyak goreng, pemberian Taburia ke dalam ma­kanan juga termasuk salah satu bentuk fortifikasi atau pe­nam­bahan zat gizi. Perbedaannya adalah fortifikasi minyak goreng dilakukan dalam skala industri. Sementara penambahan Taburia dilakukan di level rumah tangga.

Persoalan gizi buruk seharusnya ditangani me­nye­luruh karena gizi buruk ini dipengaruhi berbagai faktor, seperti tingkat pendidikan, ke­miskinan, ketersediaan pangan, transportasi adat istiadat dan sebagainya.

·         Program “Positive Deviance

Positive Deviance (PD) atau penyimpangan positive adalah sebuah program baru di dalam dunia kesehatan, yang bertujuan untuk menangani kasus gizi buruk atau gizi kurang bagi anak-anak Balita yang ada di seluruh Indonesia. Disebut dengan penyimpangan positive karena anak-anak penderita gizi buruk yang berada di satu lingkungan bisa mencontoh perilaku hidup sehat anak-anak yang tidak menderita gizi buruk.Program PD ini lebih mengembangkan konsep pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat secara penuh untuk mengatasi masalah gizi buruk, sangat jauh berbeda dengan program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) yang dikembangkan oleh pemerintah. Program PMT sangat tidak efektif karena masyarakat tidak dilibatkan secara penuh dalam program tersebut, bahkan cenderung membuat masyarakat manja dan memiliki ketergantungan sangat tinggi terutama bagi keluarga penderita gizi buruk. Di samping itu juga, program PMT sangat mubazir dalam hal pembiayaan, karena semua keluarga penderita gizi buruk selalu berharap untuk mendapat bantuan. Itu sebabnya program PD perlu mendapat perhatian pemerintah (Depkes) untuk diadopsi dalam rangka mengatasi gizi buruk di masyarakat.

Sebagaimana dimaklumi, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Depkes RI, kasus gizi buruk yang paling tinggi berada di NTB yaitu di Kabupaten Lombok Utara (KLU). KLU merupakan kabupaten termuda di NTB yang mana sebelumnya masuk wilayah kabupaten Lombok Barat. Penyebab dari tingginya kasus gizi buruk di KLU disebabkan oleh beberapa kasus di antaranya: pola hidup sehat masih sangat rendah, dan faktor kemiskinan.

Sebagai lembaga sosial yang peduli terhadap permasalahan umat, DASI NTB (Dompet Amal Sejahtera Ibnu Abbas) bekerja sama dengan LKC-Dompet Dhuafa membantu pemerintah mengatasi permasalahan gizi buruk ini dengan pendekatan Positive Deviance. Selain sebagai lembaga sosial DASI NTB merupakan Lembaga Amil Zakat (LAZ) lokal yang berdiri sejak tahun 2002. Pada tahun 2011 lalu DASI NTB menghimpun dana umat dari zakat, infaq dan sedekah sebesar 2,3 Milyar. Untuk tahun 2012 ini kita menargetkan penghimpunan dana umat sebesar 7,5 Milyar, tutur direktur DASI NTB Bapak Muhammad Firad S.T. disela-sela acara pembukaan “Pelatihan Kader dan Pendamping Pos Gizi, Rabu, 29 Februari 2012 silam di Aula Serba Guna KLU yang berlokasi di Desa Gondang, Kecamatan Gangga, KLU. Acara pelatihan tersebut diikuti 30 orang kader dan pendamping. Nantinya DASI NTB akan mendirikan 6 Pos Gizi di 5 Desa se kecamatan Gangga dengan jumlah penerima manfaat  sekitar 150 0rang lebih. Program PD di KLU ini akan berlangsung hingga 26 Maret 2012. Menurut Mas Nursalim, salah seorang trainer dan tim PD dari LKC-Dompet Dhuafa, program-program di 6 pos gizi yang dibentuk oleh DASI NTB  nantinya akan dijalani oleh para kader dan pendamping yang sudah dilatih selama 3 hari berturut-turut. Sedangkan tim dari LKC akan mengawasi kegiatan tersebut hingga berakhir pada tanggal 26 Maret 2012.

Di tempat terpisah, Abdul Hanan selaku panitia program PD dari DASI NTB mengharapkan agar kegiatan ini benar-benar berhasil dan sukses. Tolak ukurnya adalah adanya perubahan perilaku untuk selalu hidup sehat di kalangan warga masyarakat khususnya yang saat ini anak-anak balita mereka masih menderita gizi buruk dan gizi kurang. Akhirnya semoga kegiatan PD yang dilaksanakan oleh DASI NTB ini bisa membawa kemaslahatan bagi warga KLU khususnya yang berdomisili di wilayah kecamatan Gangga. DASI NTB-Mitra Umat Dalam Berbagi.

 2.3 Penanggulangan Gizi Buruk
Upaya Kesehatan Mengatasi Masalah Gizi atara lain :

Upaya Kesehatan Kuratif dan Rehabilitatif
1.    Penemuan aktif dan rujukan kasus gizi buruk.
2.    Perawatan balita gizi buruk
3.    Pendampingan balita gizi buruk pasca perawatan

  Upaya Kesehatan Promotif dan Preventif
1.    Pendidikan (penyuluhan) gizi melalui promosi kadarzi
2.    Revitalisasi posyandu.
3.    Pemberian suplementasi gizi.
4.    Pemberian MP – ASI bagi balita gakin

Kerangka Kerja Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Komponen SKPG:
1. Keluarga
2. Masyarakat dan Lintas Sektor
3. Pelayanan Kesehatan

Peran Keluarga:
1.    Penyuluhan/Konseling Gizi: a. ASI eksklusif dan MP-ASI; b. Gizi seimbang;
2.    Pola asuh ibu dan anak
3.    Pemantauan pertumbuhan anak
4.    Penggunaan garam beryodium
5.    Pemanfaatan pekarangan
6.    Peningkatan daya beli keluarga miskin
7.    Bantuan pangan darurat: a. PMT balita, ibu hamil, b. Raskin

 Peran Masyarakat dan Lintas Sektor
1.    Mengaktifkan Posyandu: SKDN
2.    Semua balita mempunyai KMS,
3.    Penimbangan balita (D),
4.    Konseling,
5.    Suplementasi gizi,
6.    Pelayanan kesehatan dasar
7.    Berat badan naik (N) sehat dikembalikan ke peran keluarga
8.    BB Tidak naik (T1), Gizi kurang diberikan PMT Penyuluhan dan Konseling
9.    Berat badan Tidak naik (T2), BGM, Gizi buruk, sakit, dirujuk ke RS atau Puskesmas

Peran Pelayanan Kesehatan
1.    Mengatasi masalah medis yang mempengaruhi gizi buruk
2.    Balita yang sembuh dan perlu PMT, perlu dikembalikan ke Pusat Pemulihan Gizi untuk diberikan PMT
3.    Balita yang sembuh, dan tidak perlu PMT, dikembalikan kepada masyarakat

 
2.4 Tujuan Penanggulangan Gizi Buruk

Tujuan Umum:
Menurunnya prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) menjadi setinggi-tingginya 15 % dan gizi buruk menjadi setinggi-tingginya 2,5 % pada tahun 2014.
Tujuan Khusus:
1.    Meningkatnya cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di Posyandu, Puskesmas dan jaringannya.
2.    Meningkatnya cakupan suplementasi gizi terutama pada kelompok penduduk rawan dan keluarga miskin.
3.    Meningkatnya jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di Rumah Tangga, Puskesmas dan Rumah Sakit.
4.    Meningkatnya kemampuan dan ketrampilan keluarga dalam menerapkan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI).
5.    Berfungsinya Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG).

 Kebijakan Operasional Pence gahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk
1.      Merupakan Program Nasional: Perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah
2.      Pendekatan komprehensif: Mengutamakan upaya pencegahan dan upaya peningkatan, yang didukung upaya pengobatan dan pemulihan.
3.      Semua kabupaten/kota secara terus menerus melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, dengan koordinasi lintas instansi/dinas dan organisasi masyarakat.
4.      Menggalang kemitraan antara pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat di berbagai tingkat.
5.      Pendekatan Pemberdayaan masyarakat serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

 
Strategi Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk

·         Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan keluarga dalam memantau, mengenali dan menanggulangi secara dini gangguan pertumbuhan pada balita utamanya baduta.

·         Meningkatkan kemampuan dan keterampilan SDM puskesmas beserta jaringannya dalam tatalaksana gizi buruk dan masalah gizi lain, manajemen laktasi dan konseling gizi.

·         Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan termasuk keadaan darurat melalui suplementasi zat gizi mikro, MP-ASI, makanan tambahan dan diet khusus.

·         Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui advokasi, sosialisasi dan KIE gizi seimbang.

·         Mengoptimalkan surveilans berbasis masyarakat melalui SKDN, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) Gizi Buruk, dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), untuk meningkatkan manajemen program perbaikan gizi.

·         Mengembangkan model intervensi gizi tepat guna yang evidence based.

·         Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan masyarakat beserta swasta/dunia usaha dalam memobilisasi sumberdaya untuk penyediaan pangan di tingkat rumah tangga, peningkatan daya beli keluarga, dan perbaikan pola asuhan gizi keluarga.

 

2.5 Salah Satu Program Penanggulangan Gizi Buruk

Pemberian Makanan Tambahan merupakan salah satu komponen penting Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan program yang dirancang oleh pemerintah. PMT sebagai sarana pemulihan gizi dalam arti kuratif, rehabilitatif dan sebagai sarana untuk penyuluhan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian gizi berupa makanan dari luar keluarga, dalam rangka program UPGK. PMT ini diberikan setiap hari, sampai keadaan gizi penerima makanan tambahan ini menunjukkan perbaikan dan hendaknya benar-benar sebagai penambah dengan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari dirumah. Pada saat ini program PMT tampaknya masih perlu dilanjutkan mengingat masih banyak balita dan anak-anak yang mengalami kurang gizi bahkan gizi buruk.

 
Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita kurang gizi, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang tiga kali berturut-turut tidak naik timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah garis merah. Bahan makanan yang digunakan dalam PMT hendaknya bahan-bahan yang ada atau dapat dihasilkan setempat, sehingga kemungkinan kelestarian program lebih besar. Diutamakan bahan makanan sumbar kalori dan protein tanpa mengesampingkan sumber zat gizi lain seperti: padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan, ikan, sayuran hijau, kelapa dan hasil olahannya

PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Gizi buruk atau lebih dikenal dengan gizi di bawah garis merah adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor (RI dan WHO) orang yang banyak makan tanpa disadari juga bisa menderita gizi buruk apabila mereka tidak makan makanan yang mengandung nutrisi, vitamin dan mineral secara mencukupi.

Orang yang menderita gizi buruk akan mudah untuk terkena penyakit atau bahkan meninggal dunia akibat efek sampingnya. Anak-anak yang menderita gizi buruk juga akan terganggu pertumbuhannya, biasanya mereka tidak tumbuh seperti seharusnya (kerdil) dengan berat badan di bawah normal. Program-program pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan gizi buruk di Indonesia adalah : beras miskin (raskin), pemberian ASI, PKH (program keluarga harapan), SUN (scaling up nutrition), kadarzi (keluarga sadar gizi), SKPG (Sistem kerawanan pangan dan gizi).

 
3.2  Saran
1.      Meningkatkan pemantauan dan evaluasi dari setiap program untuk mengurangi angka gizi buruk di Indonesia.
2.      Menigkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program guna meningkatkan derajat kesehatan.





SUMBER PUSTAKA

Anonim, 2012. Program penganggulangan gizi buruk. (online) diakses pada Rabu, 28 November 2012 (http://sehatceriaavail.blogspot.com/2012/01/program-penanggulangan-gizi-buruk-dari.html)
Anonim, 2011. Artikel gizi buruk. (online)(http://nenni-s--fkm09.web.unair.ac.id/artikel_detail-36201-Public%20Health-Gizi%20buruk%20.html) diakses pada November 2012
Anonim, 2011. Media Unicef Indonesia. (online) diakses pada Rabu, 28 November 2012(http://www.unicef.org/indonesia/id/media_19825.html)
Anonim, 2011. Atasi gizi buruk pada balita pemerintah siapkan taburia. (online)(http://ekbis.rmol.co/read/2011/06/24/31029/Atasi-Gizi-Buruk-Pada-Balita-Pemerintah-Siapkan-Taburia-) diakses pada Rabu, 28 November 2012
Anonim, 2012. Gizi buruk. (online)(http://www.dakwatuna.com/2012/03/19183/dasi-ntb-lkc-gelar-program-positive-deviance/#ixzz1pk2VB3Iw) diakses pada Rabu, 28 November 2012
Anonim, 2012. Program penanggulangan gizi buruk. (online)(http://sehatceriaavail.blogspot.com/2012/01/program-penanggulangan-gizi-buruk-dari.html) diakses pada Rabu, 28 November 2012